Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar, Gubenur Khofifah Cerita Asal Istilah Halal Bihalal

Blitar, Serayunusantara.com | Masih dalam rangkaian hari jadi ke 77 Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Gubenur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa melaksanakan ziarah ke Makam Bung Karno (MBK) di Blitar, Sabtu (8/10/2022).

Di dalam Makam Bung Karno, Khofifah didampingi Wali Kota Blitar Santoso, Bupati Blitar Rini Syarifah, Kapolres Kota Blitar AKBP Argo Wiyono, Dandim 0808/Blitar Letkol Inf Sapto Dwi Priyono, serta sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) baik lingkup pemerintah kota/kabupaten dan Pemprov Jatim.

Usai berziarah, mantan Menteri Sosial ini mengatakan supaya jangan sekali melupakan sejarah (Jasmerah). Sebab, menurutnya, banyak perjuangan, pengabdian dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh para pahlawan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

“Maka, kita patut mendoakan dan mengenang jasa-jasanya,” ujar Khofifah.

Disamping itu, ia mengungkapkan bahwa sosok Bung Karno sangatlah dekat dengan para Ulama dan Umaro, terbukti saat meminta pendapat soal halal bihalal yang sampai sekarang dilakukan oleh hampir warga bangsa Indonesia.

Dikatakannya, kala itu Bung Karno merasa gelisah akan terjadi perpecahan karena masing-masing elit politik tidak mau duduk dalam satu forum. Sementara, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa.

Untuk meredam hal tersebut, di tahun 1948 Bung Karno memanggil K.H. Abdul Wahab Hasbullah selaku pendiri organisasi Nahdhlotul Ulama (NU) serta pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang, Jawa Timur untuk datang ke Istana guna meminta pendapat dan sarannya dalam mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat.

Kemudian KH Wahab memberi saran kepada kakek Puan Maharani itu untuk menyelenggarakan silaturahim di Istana Negara dengan mengundang semua tokoh politik, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, sehingga di istilahkan dengan halal bihalal.

“Seperti kita melihat bahwa sampai sekarang halal bihalal bukan hanya di domain oleh umat Islam. Tetapi, sudah menjadi kultur masyarakat Indonesia untuk menjalin silaturahim dan menghalalkan/memaafkan kesalahan yang satu dengan yang lain” tuturnya.

Dikatakannya lagi, halal bihalal juga menjadi sebuah ajang silaturahim untuk menyatukan kekerabatan, persaudaraan, persatuan bisa terbangun antara yang satu dengan yang lain, atau perbedaan-perbedaan itu bisa menjadi penguat untuk membangun bangsa dan negara Indonesia.

“Jadi, perbedaan tidak boleh menjadi perpecahan. Akan tetapi, Perbedaan tetap dalam kerangka persatuan dan kesatuan,” pungkas Khofifah.(jun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *