Jakarta, serayunusantara.com – Badan Keahlian (BK) DPR RI menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara BK-DPR RI dengan Universitas Ahmad Dahlan. Penandatanganan berlangsung di Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan, Bantul, Yogyakarta, Jumat (26/5/2023).
Kepala Pusat Perancangan Undang – Undang Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI, Lidya Suryani Widayati menuturkan, saat ini sudah 60 MoU yang dikerjasamakan Badan Keahlian dengan berbagai universitas sebagai bentuk komitmen badan untuk mewjudkan partisipasi publik dalam proses pembentukan legislasi.
“MoU ini merupakan bagian untuk mewujudkan minimum participation legislation terutama dari kalangan perguruan tinggi. Hal ini juga sejalan dengan tagline Badan Keahlian ‘Bridging The Reasearch To The Role and Function of Parliament and Evidence Based Legislative Policy Making’, ungkap Lidya usai kegiatan penandatangan Mou bersama Rektor Universitas Ahmad Dahlan Dr. Muchlas, M.T.
Adapun, kerja sama yang diwujudkan antara lain berupa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penelitian, riset, kajian, kegiatan ilmiah, seminar, hingga lokakarya.
“Jadi, bagaimana MoU ini mewujudkan atau menjembatani antara keputusan politik di bidang legislasi dengan kebutuhan akan kajian-kajian ilmiah yang diberikan perguruan tinggi. Tujuannya, untuk meningkatkan kualitas legislasi yang lebih baik lagi,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Badan Keahlian juga menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perbukuan. FGD ini merupakan bagian dalam memberikan masukan dan perbaikan dalam sistem perbukuan.
Kegiatan FGD tersebut menghadirkan narasumber antara lain Direktur Pusat Kajian Sejarah dan Pembangunan Hukum FH Universitas Ahmad Dahlan Ilham Yuli Isdiyanto dan Ketua Ikatan Penerbit Indonesia / IKAPI Daerah Istimewa Yogyakarta, Wawan Arif Rahmat.
Lidya menjelaskan, selama 6 (enam) tahun setelah berlakunya UU tentang Sistem Perbukuan masih terdapat beberapa permasalahan, antara lain berkaitan dengan, minimnya keuntungan yang diperoleh bagi penulis, pajak penulis yang relatif tinggi, masih maraknya pembajakan buku, dan tingkat literasi siswa Indonesia masih rendah, di bawah rata-rata negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi/Organization for Economic Coorperation and Development (OECD).
Baca Juga: Komitmen DPR Bahas RUU Perampasan Aset untuk Kepentingan Bangsa
Termasuk, permasalahan transformasi buku fisik ke digital adalah konten yang mudah dialihmediakan, diubah, dan diganti sehingga praktik ilegal banyak terjadi.
“Sebenarnya RUU Perbukuan ini merupakan long list 2020 – 2024 dan ini merupakan perdana kita mencari masukan dari perguruan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan ini. Ke depan, kita tentunya akan melakukan tahapan selanjutnya pengumpulan data uji konsep dan sebagainya dan kemudian akan diteruskan ke alat kelengkapan dewan,” imbuh Lidya.
Dirinya berharap, FGD tersebut memberikan sumbangsih pemikiran dari beragam sudut pandang dalam rangka penyempurnaan RUU perubahan atas Undang-Undamg Sistem Perbukuan. (ann/rdn)