Pelibatan Perempuan dalam Proses Pembangunan Mendesak untuk Jawab Sejumlah Tantangan

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci pada Diskusi Publik dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional yang diselenggarakan Pusat Kajian Jaminan Sosial Sekolah Kajian Stratejik dan Global di Jakarta, Kamis (7/3). (Foto: MPR RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman MPR RI, Melibatkan dan mengandalkan perempuan dalam proses pembangunan merupakan urgensi untuk menyikapi ragam krisis dan ketidakpastian dunia menuju kesejahteraan bersama.

“Perempuan yang sehat berpotensi melahirkan perempuan yang berdaya dan mampu membangun keluarga yang sehat. Bila keluarga di Indonesia sehat tentu saja peluang untuk mewujudkan negara yang berdaya semakin besar,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci pada Diskusi Publik dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret, bertema Membangun Kepemimpinan Perempuan di Sektor Kesehatan yang diselenggarakan Pusat Kajian Jaminan Sosial Sekolah Kajian Stratejik dan Global di Jakarta, Kamis (7/3).

Menurut Lestari, mengandalkan perempuan sebagai pemimpin  pada dasarnya mampu memberi kebaruan dalam mekanisme kepemimpinan berbagai bidang kehidupan dan peran signifikan lainnya.

Menurut Lestari, kepemimpinan perempuan harus diupayakan melalui gerak bersama yang dimulai dari komitmen memberdayakan, menyudahi diskriminasi, memastikan tiadanya kekerasan dan menguatkan perlindungan khususnya bagi perempuan.

Pelibatan perempuan dalam kepemimpinan, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sejatinya bukan merupakan hal baru dalam perkembangan peradaban Indonesia.

Baca Juga: Ketua MPR RI Bamsoet Dorong TNI AL Sebagai Garda Terdepan Ketahanan dan Keamanan Maritim Indonesia

Sejarah Nusantara mencatat, tambah dia, perempuan berperan penting dalam menjaga keterhubungan antar kesultanan karena keutamaan moral dan intelektual yang dimiliki.

Bahkan di Aceh, jelas Rerie, di masa lalu terdapat 21 sultana yang memimpin kesultanan di Negeri Serambi Mekah itu.

Berbeda dengan catatan sejarah, ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, dalam konteks lokal, kepemimpinan perempuan selama ini luput dari pemahaman masyarakat.

Kepemimpinan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, tegas Rerie, mesti berpijak pada prinsip altruistik yakni kepemimpinan yang berpusat pada kesejahteraan dan mengedepankan pelayanan untuk semua.

Diakui Rerie, tantangan perempuan untuk berkarier sebagai profesional sangat besar karena melawan stigma bahwa perempuan memiliki kewajiban domestik yang harus dilakukan.

Baca Juga: Kemendikbud Perlu Masifkan Kampanye Anti Perundungan

Pelibatan dan kehadiran perempuan pada setiap tingkatan kepemimpinan, ujar dia, harus dipandang sebagai subyek bukan lagi ditempatkan pada seperangkat atribusi sosial yang melanggengkan ketimpangan.

Lebih dari itu, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, dunia yang terus bergerak maju membutuhkan model  kepemimpinan yang berbela-rasa (compassionate leadership).

Model kepemimpinan ini ditandai dengan kemauan hadir bersama masyarakat, terlebih mereka yang terpinggirkan dan kehilangan harapan.

Perempuan, tegas Rerie, dapat diandalkan untuk mengimplementasikan paradigma  kepemimpinan yang berbela-rasa itu.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *