Sekretaris LSM Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Mariono Setiyo Budi. (Foto: Achmad Zunaidi/serayunusantara.com)
Blitar, serayunusantara.com – Dugaan adanya sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) sebesar Rp3,9 miliar di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar menuai sorotan tajam dari berbagai pihak.
Anggaran tersebut disebut-sebut diduga telah habis hanya dalam waktu tiga bulan setelah pelantikan. Sehingga, memunculkan tanda tanya besar soal transparansi dan efisiensi penggunaan dana penyelenggaraan Pilkada 2024.
Sekretaris LSM Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Mariono Setiyo Budi menyatakan keprihatinannya atas dugaan tersebut. Menurutnya, angka Silva sebesar Rp3,9 miliar bukan jumlah kecil dan patut dipertanyakan penggunaannya.
“Bagaimana mungkin anggaran miliaran bisa habis dalam waktu singkat. Setelah Pelantikan apakah masih ada tahapan atau kegiatan KPU yang menelan anggaran sebesar itu? Ini bukan hanya soal teknis, tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu,” tegas Budi, Selasa (15/4/2025).
Ia meminta KPU Kabupaten Blitar segera membuka rincian penggunaan anggaran kepada publik. Transparansi dinilai menjadi keharusan di tengah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi proses demokrasi.
“Kalau memang tidak ada yang ditutupi, buka saja ke publik. Jelaskan digunakan untuk apa saja, siapa yang menerima, dan kenapa bisa secepat itu terserap,” lanjutnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Kabupaten Blitar, Sugino saat dikonfirmasi memberikan keterangan bahwa Silpa yang telah dikembalikan sebesar Rp16,1M. Kendati demikian dirinya tidak memberikan keterangan secara rinci seluruh penggunaan anggaran.
“Yang benar 16,1 miliar ,” kata Sugino melalui pesan WhatsApp nya.
Baca Juga: Komisi II Akan Panggil KPU dan Bawaslu, Pasca MK Putuskan Pilkada Ulang di 24 Daerah
Lebih lanjut, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari KPU terkait detil dugaan penggunaan dana dan bagaimana anggaran tersebut bisa habis dalam kurun waktu tiga bulan.
Sejumlah pihak berharap Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun aparat penegak hukum turun tangan melakukan audit investigatif.
“Publik butuh kejelasan, bukan sekadar jawaban normatif. Jangan sampai ada celah yang menurunkan kepercayaan terhadap penyelenggaraan Pilkada,” tandasnya.
Kasus dugaan Silpa ini menjadi catatan penting di tengah pesta demokrasi di tahun-tahun berikutnya yang menuntut akuntabilitas dari setiap lembaga penyelenggara.
Jika tak segera dijawab dengan transparansi, rumor ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Blitar.
Hingga berita ini diunggah, pihak KPU Kabupaten belum bisa memberikan keterangan secara rinci. (Jun).