Oleh Hasran, Advokat dan Purnawirawan Polri
Surabaya, serayunusantara.com – Sebagai seorang yang pernah mengabdi di institusi kepolisian dan kini menjalani profesi sebagai advokat, saya memahami betul bahwa penegakan hukum adalah kerja kolektif antar pilar keadilan: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan advokat.
Namun demikian, realita di lapangan tidak jarang memperlihatkan disharmoni yang justru merugikan masyarakat pencari keadilan.
Saya merasakan bagaimana dalam praktiknya, peran advokat kerap dipersepsi sebagai penghalang proses hukum. Bahkan, ada kecenderungan beberapa oknum aparat penegak hukum memperlakukan advokat dengan prasangka, bukan sebagai mitra.
Padahal, profesi advokat dijamin oleh konstitusi dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 sebagai bagian dari sistem peradilan yang utuh.
Paradigma ini harus diubah
Advokat bukan pengacau. Kami hadir untuk memastikan setiap proses hukum berjalan dengan adil, transparan, dan menjunjung asas due process of law. Bila aparat bertugas menegakkan hukum dari sisi penindakan, advokat hadir untuk mengawal hak-hak konstitusional warga negara. Bukankah tujuan akhirnya sama—yakni keadilan?
Baca Juga: Cerita Kapolres Blitar: dari Pesantren ke Penegak Hukum, Bukti Santri Bisa Jadi Polisi
Saya mengajak rekan-rekan sejawat, baik di institusi kepolisian, kejaksaan, maupun kehakiman, untuk kembali meneguhkan prinsip sinergi. Perbedaan peran seharusnya menjadi kekuatan, bukan jurang.
Mari kita ubah paradigma: Advokat bukan musuh, tapi partner dalam menjaga marwah hukum dan keadilan.
Sebagai mantan aparat yang berlatar belakang penegak hukum dibidang Reserse yang kini berperan sebagai pelindung hukum, saya merasa punya tanggung jawab moral untuk menyuarakan hal ini. Kita semua pernah mengenakan seragam yang sama: seragam pengabdi hukum.
Maka, mari kita jaga kehormatan profesi kita masing-masing dengan menjunjung profesionalitas, objektivitas, dan kolaborasi yang sehat. (Serayu)