Pemerintahan Bupati Rini Digoyang Hak Angket dan Interpelasi

Blitar, serayunusantara.com – Bupati Blitar Rini Syarifah dan jajarannya saat ini sedang digoyang hak angket dan interpelasi oleh DPRD Kabupaten Blitar. Dua fraksi masih menggalang dukungan tersebut.

Fraksi PDIP dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Kabupaten Blitar, tengah menggalang kekuatan untuk menggunakan hak angket dan interpelasi kepada Bupati Blitar Rini.

Keduanya telah menyelesaikan drafnya masing-masing. Fraksi PDIP dengan draf hak interpelasinya, sedangkan Fraksi PAN dengan draf hak angketnya.

“Kami sudah menyelesaikan draf interpelasi yang kami usulkan. Sekarang sedang proses pengumpulan tanda tangan. Jika sudah terkumpul, kami langsung ajukan ke pimpinan,” ujar Anggota DPRD Kabupaten Blitar dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendik Budi Yuantoro, Selasa (24/10/2023).

Sementara itu, Fraksi PAN juga dalam kondisi serupa. Anggota DPRD Kabupaten Blitar Fraksi PAN, M Anshori menyebut, pihaknya masih mengumpulkan tanda tangan dan mengajak fraksi lain untuk ikut bergabung dalam hak angket yang mereka usulkan.

“Untuk tanda tangannya hampir mencukupi, tapi kita juga masih usaha ngajak fraksi lain, supaya semakin kuat,” jelasnya.

Diketahui, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan hak interpelasi kepada kebijakan Bupati Blitar, yang ngotot mempertahankan Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID).

Hal ini karena, banyak pihak yang menuntut pembubaran TP2ID, lantaran menilai tim besutan bupati tersebut lebih banyak memberikan dampak negatif, daripada dampak positif bagi jalannya pemerintahan di Kabupaten Blitar.

Sedangkan Fraksi PAN mengusulkan hak angket, yang disebabkan oleh polemik sewa rumah dinas Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso.

Dalam kasus ini, Rini Syarifah menyewakan rumah pribadinya untuk rumah dinas wakil bupati, dengan total nilai Rp 490 Juta. Namun, alih-alih Rahmat Santoso yang menempatinya, rumah itu malah tetap ditinggali oleh Rini Syarifah dan keluarganya.

Baca Juga: Mak Rini Masih Ingin Pertahankan TP2ID Meski Badai Kritikan

Apa yang terjadi di Blitar memiliki kemiripan dengan pengalaman eks Bupati Jember, Faida pada tahun 2020 silam.

Saat itu Faida juga mendapatkan hak angket dan interpelasi dari DPRD Jember, hingga berujung pemakzulan. Kala itu, bupati perempuan pertama di Jember itu, bahkan dinilai mengabaikan eksistensi DPRD Kabupaten Jember.

“Hampir sama seperti di sini tho, pandangan empat fraksi DPRD kemarin juga diabaikan. Gak kurang-kurang desakan masyarakat untuk membubarkan TP2ID ini, kok masih dipertahankan saja. Ada kepentingan apa?” pungkas Hendik.

Sebelumnya, Bupati Blitar Rini Syarifah atau Mak Rini mengatakan masih membutuhkan TP2ID, lantaran masih membutuhkan saran bagi jalannya pemerintahan Kabupaten Blitar.

“Kami masih membutuhkan TP2ID, karena kami masih butuh saran dan masukkan,” ujar Mak Rini. (tim/serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *