Blitar, serayunusantara.com – Pemerintah Kabupaten Blitar akhirnya mengambil langkah konkret untuk menghentikan kebocoran pajak sektor pertambangan. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar, Asmaning Ayu, menegaskan pihaknya bakal menambah pos pantau di wilayah Blitar Selatan demi memastikan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) tidak lagi “menguap” di jalan.
Langkah ini diambil menyusul turunnya drastis penerimaan PAD dari sektor MBLB yang pada tahun 2024 hanya mencatatkan angka sekitar Rp 300 juta. Padahal, di tahun-tahun sebelumnya, angka itu bisa menyentuh Rp 600 juta lebih.
“Ini memprihatinkan. Potensi besar dari aktivitas tambang malah tidak berbanding lurus dengan pendapatan yang masuk kas daerah,” ujar Ayu saat dihubungi serayunusantara, Minggu (6/7/2025).
Ia menegaskan bahwa lemahnya pengawasan di lapangan menjadi salah satu penyebab utama potensi pajak yang seharusnya bisa masuk justru hilang begitu saja. Sementara itu, kerusakan jalan akibat aktivitas tambang justru semakin parah di wilayah selatan.
“Pendapatan yang masuk belum cukup bahkan untuk memperbaiki jalan-jalan yang rusak akibat kendaraan tambang. Jangan sampai kita hanya kebagian debunya, tapi keuntungannya lari entah ke mana,” tandasnya.
Baca Juga: Pemkab Blitar Tetap Berlakukan Pajak MBLB Meski Dihadang Penolakan, Ini Alasannya
Penambahan pos pantau ini bukan hanya sebatas pengawasan administratif, tapi juga bagian dari strategi daerah dalam upaya mewujudkan kemandirian fiskal. Daerah, kata Ayu, harus mampu menggali potensi pendapatan sendiri tanpa terus bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat.
“Dengan penguatan pos pantau, kita ingin memastikan seluruh aktivitas pertambangan berjalan sesuai aturan, dan kewajiban pajaknya benar-benar disetor ke kas daerah,” tegasnya.
Ia berharap, dengan sistem kontrol yang lebih ketat, tidak ada lagi celah permainan di lapangan. Setiap truk bermuatan tambang yang keluar masuk wilayah Blitar Selatan harus bisa dihitung dan dikenakan pajak secara adil.
“Ini bukan soal menekan pelaku usaha, tapi soal keadilan fiskal dan tanggung jawab bersama untuk pembangunan daerah,” pungkasnya. (Jun)












